Sunday, April 19, 2015

Jual Buku Orang-Orang Negro oleh Jean Gennet

Judul Buku :  Orang-Orang Negro
Pengarang : Jean Gennet
Harga : Rp 25.000 [belum ongkos kirim]
Kondisi : Stok Lama [Bagus]
Penerbit : Yayasan Aksara Indonesia
 
Tersedia
Dibandingkan Ionesco maupun Becket, di republik ini Jean Genet adalah uap di kaca jendela. Padahal ia merupakan salah seorang dramawan besar Perancis yang paling fenomenal. Tak kurang Sartre, Cocteau, Salacrou, Derrida dan Foucault mengakuinya.
Dia lahir 19 Desember 1910 di Paris. Tanpa mengenal ayahnya, Genet dipelihara di sebuah rumah yatim piatu. Di usia belasan ia telah berjabat tangan dengan dunia kriminal yang membawanya ke ruang pengap panti rehabilitasi di Mettray. Tahun 1930 ia lari dan menggelandang di pelabuhan-pelabuhan Eropa, bergaul dengan pelaut dan turis dalam jalinan homoseksual. Ia juga mengemis dan mencuri sehingga banyak berurusan dengan polisi. Namun, di penjara pula ia menujukkan dirinya. Pertama-pertama sebagai estetikus, kemudian lewat magnum opus-nya Notredame des fleurs –seperti yang ditulis Sartre dalam kata pengantar novel besar itu– ia dibaptis menjadi seniman. Lewat karya-karyanya yang kebanyakan ditulis di penjara, Genet mendetoksikasi dirinya sendiri dan masuk ke dunia luar. Ia tidak puas dengan hanya memberikan pengobatan, tetapi mengkonkretkannya. Dalam roman biografinya Journal du voleur (1949) diungkapkan alasan perjalanan hidupnya yang kelam, yang selalu bersentuhan dengan dunia hitam. Tumbuh di luar keluarga normal, Genet merasa ditinggalkan oleh keluarganya, sehingga secara wajar mendekatkannya pada dunia di luar tatanan masyarakat. “Aku menolak dunia yang menolakku!” katanya. Ketertolakan sekaligus penolakan itu merupakan bahasa khas orang-orang pinggiran agar tetap bertahan hidup dan eksis. Dengan memeriahkan ketertepisan mereka, merayakannya dengan gairah Dyonisan, membuat mereka mampu menemukan tubuh mereka sendiri, sebuah teritorial eksklusif, tempat mereka tak lagi gemetar oleh picingan mata orang-orang “normal”. Ketertolakan atau marginalitas itu menjadi kunci penting untuk membaca Orang-orang Negro, karya Genet yang diterjemahkan oleh Birul Sinariadi, alumnus Sastra Perancis UGM yang kini bekerja sebagai Direktur Penerbitan Pabrik Tontonan, sebuah lembaga nirlaba yang bergerak di bidang tontonan yang semenjak kelahirannya mengidentikkan dirinya dengan marginalitas Jean Genet. Orang-orang Negro dimulai dengan sebuah catatan sosiologis kelahiran naskah drama yang dipublikasikan pertama kali tahun 1959 dan secara sukses dipentaskan oleh Roger Blin di Teater LutSce: “Suatu malam seorang pemain sandiwara memintaku menulis sebuah lakon yang akan dimainkan oleh orang-orang kulit hitam. Tetapi apa itu hitam? Dan lagi warna apa itu?” (hal. 5) Dua kalimat terakhir itu, adalah kalimat Kulit Putih yang selalu menutup hidungnya terhadap ras berkulit hitam. Posisi ini diakui sendiri oleh Genet kemudian: “Lakon ini, aku ulangi, ditulis oleh seorang kulit putih, ditujukan kepada penonton kulit putih.” Tetapi, tentu saja hal itu menciptakan konflik-konflik baru. Mungkinkan sebuah pementasan kulit hitam ditonton oleh kulit putih? Pesakitan ini kemudian menggadangkan beberapa jalan: pertama, jika kecil sekali kemungkinannya, maka pada pementasan di depan penonton kulit hitam, seorang kulit putih harus diundang, laki-laki atau perempuan. Penyelenggara tontonan akan menyambutnya secara resmi, memberinya pakaian upacara dan mengantarkannya ke tempat yang paling disukai, di tengah deretan pertama kursi terdepan. Orang-orang bermain untuknya. Di atas orang kulit putih itu secara simbolis sebuah lampu sorot diarahkan padanya selama tontonan berlangsung. Kedua, apabila tidak seorang kulit putih pun menerima pementasan ini, kepada penonton kulit hitam dibagikan topeng-topeng kulit putih di pintu masuk. Ketiga, seandainya orang-orang kulit hitam menolak topeng-topeng itu maka digunakan sebuah boneka.(hal. 5) Dari sini tampak jelas sekali, Jean Genet memainkan hitam tidak berhenti kepada sosok Negro. Kehitaman Negro adalah pintu masuk pertama, makna terdekat, untuk kemudian bergulat secara lebih liat dengan kehitaman itu sendiri. Dunia selama ini tersusun dalam interaksi-interaksi oposisi biner yang hirarkis: atas/bawah, hidup/mati, gerak/diam, laki/perempuan, ordinat/subordinat, putih/hitam, di mana kata pertama selalu superior dari kata kedua. Relasi ini oleh Marx dimasukkan dalam kategori kerja yang mengandaikan hubungan manusia dan alam. Kategori ini dibedakan dengan komunikasi yang berjalan di atas rel equalitas, meskipun seperti yang diakui Marx sendiri dua kategori ini saling bias dan sulit dipilah. Tampaknya, Orang-orang Negro dibangun di atas fondasi dua kategori ini. Genet memulainya dengan afirmasi, pengafirmasian stereotype-stereotype Negro oleh orang kulit putih. Terbunuhnya seorang perempuan tua kulit putih oleh seorang Negro dianggap sebagai usaha Holocaust. Sehingga Sang Ratu Kulit Putih bersama Pembantunya didampingi Gubernur, Misionaris, Archibald, dan Hakim ngluruk ke Afrika (gambaran invansi Perancis ke Benua Hitam itu) untuk mengadili seluruh Kulit Hitam. Hakim (dengan licik): “…Ia telah membunuh dengan kebencian. Kebencian terhadap warna putih. Itu pembasmian terhadap seluruhh bangsa kami dan membunuh kami sampai akhir zaman.” (hal. 110) Kemudian secara diam-diam dia mengajukan negasi lewat imajinasi-imajinasi gelap, pertanyaan-pertanyaan eksistensialis dan ontologis, serta psikologisme Jung. Ramuan ini oleh Genet diblender sebagai senjata dekonstruksi hitam atas putih yang ia semburkan lewat mulut Felicite, Mama Negro yang penuh wibawa dan kegagahan Dunia Ketiga. Felicite: “Lihatlah-lihatlah Nyonya. Malam yang Anda minta, ada di sini, dan bersama kami anak-anaknya yang mengerumuni. Mereka mengawal kejahatan untuknya. Bagi Anda hitam adalah warna bagi para pastor, para pengiring peti jenazah dan anak-anak yatim piatu. Tapi itu semua telah berubah. Apa yang manis, baik, ramah dan lembut adalah hitam-juga opera, kemana pun kita pergi, hitam dalam roll roys hitam, hormat dari raja-raja hitam, dengarkan nusik di bawah lampu-lampu kristal hitam..” (hal. 119) Keadaan kemudian menjadi genting. Segala landasan Kehitaman dan Keputihan di pertanyakan dan segalanya berakhir dalam sebuah puncak yang luar biasa tragis, tetapi disajikan dengan gaya enteng, dengan iringan manuet Don Juan. Sebuah bunuh diri yang riang. Tempat Ratu dan seluruh orang-orang kulit putih menguliti wajah mereka sendiri dan menjadi orang yang berperan sebagai Ratu, sebagai Gubernur, Pelayan, Archibald, Hakim. Orang-orang Kulit Putih itu kini menjadi hitam, seperti permainan itu sendiri, seperti layar-layar yang melatarbelakangi mereka. Hitam. Tapi jangan salah. Menjadi Hitam di sini bukan berarti kekalahan Kulit Putih oleh Kulit Hitam, sebab pertama-pertama para pemeran dalam naskah ini adalah Orang Hitam, yang kemudian berandai-andai menjadi Orang Kulit Putih. Kembali kepada Hitam, bagi Genet adalah pembongkaran dunia-dunia koruptif Kulit Putih. Inilah sebuah dunia dialektik. Sebuah drama. Sebagaimana “uap” ini mempercayai bahwa drama adalah genre yang paling komunikatif.”

No comments:

Post a Comment